Karya : kak abu
Salman dilahirkan keluarga sederhana dengan rumah tidak terlalu besar.
Ia adalah anak Palestina yg mempunyai cita-cita menjadi penghafal Alquran. Ia berumur 9 tahun. Kenginan keras untuk menjadi penghafal Alquran, karena Ayahnya seorang Hafidz dan Ibu Hafidjoh. Salman sangat bangga dengan kedua orangtuanya, terlebih Ayahnya yg selalu bercerita kehebatan Rasulullah.
Pagi itu. Hari ahad. Seperti biasanya liburan dimanfaatkan Ayah Salman untuk bercerita. "Ayah, nanti setelah sholat subuh dimasjid cerita ya",ucap Salman, gembira. Sambil tersenyum dan berjalan menuju masjid, Ayah hanya bisa mengiyakan saja.
Setelah sholat."Ayah nanti cerita ya, kan sudah janji",tegur Salman.
"Iya...ayo kita pulang",jawab Ayah bergegas. Sesampai dirumah, Salman bergembira,karena Ayah ingin bercerita. Namun Ayah berkata lain."Salman mohon maaf Ayah tak bisa bercerita, karena Ayah harus bergegas berangkat ke medan jihad utk negeri kita, Palestina", senyum Ayah.
Salman, menjadi sedih karena takut kehilangan ayahnya."Benar Salman, kan masih ada Ibu. Kamu cinta Ibu dan Ayah karena Allah bukan?",peluk ibu. Salman akhirnya merelakan Ayahnya pergi."Hati-hati dijalan ya, Ayah,"pilu Ibu sambil mencium tangan Ayah.
Ayah pergi berjuang."Da Ayah...jangan lupa cepat pulang dan belikan mainan dan oleh-oleh untuk Ibu",teriak Salman.Ayah dan pasukan akhirnya bergegas.
Keesokan harinya.Salman harus berangkat sekolah. Ia berpamitan pada ibunya. Ia bertanya tentang Ayahnya.Ibu hanya mengatakan "Insya Allah Ayah pulang hari ini".
Keesokan harinya,Salman dengan sepeda bututnya berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan, ia Sangat gembira, sesekali ia menyapa kawan-kawannya.
Sesampai di sekolah.Tiba-tiba, pesawat jet dan helikopter. Mengitari sekolah Salman. Dan............dari kejauhan terdengar gemuruh. Ternyata itu langkah pasukan Israel dan deru mesin tembakan yang tak terkendali. Salman berlari menyelamatkan diri. Innalilahi, Israel terus memasuki sekolah dan menembaki semua yang bernyawa, tak pandang bulu, anak kecil, guru, dan orang yang lewat.
"Ini tempat Sekolah didikan nabi Muhammad, habiskan", perintah komandan Israel.
Salman berlari sambil memanggil teman-temannya untuk bersembunyi namun takdir berkata lain sahabatnya, guru-gurunya tewas bersimbah darah. Bukan hanya itu bangun sekolah juga hancur oleh dentuman tank-tank Israel.
Salman hanya bersembunyi dibukit dekat sekolah nya.
Ironisnya setelah membunuh, Pasukan Israel bergerak meninggalkan sekolah Salman.
Salman keluar dari persembunyiannya. Salman kecil melihat teman-teman yang tewas bersimbah darah. Ia menangis sejadi-jadinya. "Ayo, bangun kawan-kawan, kitakan anak penghapal Al-Qur'an. Bangun,"isaknya.
"Ustadz, ustadz bangun...bangun.. siapa yang mengajarkan aku Al-Qur'an", tangis yang tak terkendali.
Darah dipenggangnya. Di perlihatkan ke semua orang, bahwa ini darah semua orang yang bersamanya setiap hari. Ia berdiri sambil memandang Sekolah dan semua yang tewas.
Ia terhentak karena lupa masih ada Ibunya. Ia pun pergi dan berlari tanpa sepeda yang sudah hancur.
Sampainya di rumah, apa yg terjadi. Rumahnyapun juga hancur, rata dengan tanah. Ia semakin bingung harus kemana. Kesedihan tak terbendung. Namun dibalik kesedihan ia menemukan Al-Quran, yang setiap harinya dibaca. Dengan tangan yg penuh darah Al-Qur'an itu digenggamnya.
Namun Allah maha berkehendak, ketika ia menatap rumahnya. Seketika ia melihat tangan melambai-lambai dari balik bangunan yang hancur. Ia tahu persis itu Ibunya, karena ada jam tangan pemberian Ayah. Ia berlari dan mengambil batu-batu dan kayu-kayu yang menghalangi ibunya.
"Ibu bangun..bangun..ini Salman",tegurnya.
Salman menarik tangan dan badan Ibunya. Masya Allah,ia mengelus dan membersihkan wajah Ibunya yg penuh darah dengan membuka baju putihnya.
"Ibu tanganku sudah penuh darah para guru dan teman-teman dan ini untuk ibu",tangisnya.
Ibu hanya bisa memeluk Salman dan mereka berfikir harus kemana?. Pikirnya hanya satu mencari tempat pengungsian. Mereka berangkat dengan badan lunglai.
Teman-teman. Di pengungsian mereka tak kenal lagi dengan kehangatan dan kedamaian.Jika musim panas, panas sekali, jika musim dingin, dingin sekali.
Salman dan Ibu hanya bisa menjalankan perintah Allah untuk sabar dan sabar. Setelah Salman termenung, ia melihat pasukan Palestina mendekati tenda. Ia berlari dan menanyakan Ayahnya."Kebetulan sekali kamu Salman ya...anaknya Pak Soleh,"sapa Pak tentara sambil memberikan sepucuk surat.
Salman gembira luar biasa. Setelah mengucap syukur dan terima kasih pada pak tentara, iapun berlari.
"Ibu...ibu....",riang Salman.
Salman memberikan sepucuk surat pada Ibunya. Lalu....
"Salman.. Salman tak boleh sedih ya...liat matahari sudah cukup terang, Insya Allah dimana pun matahari bersinar berarti masih ada umat Islam yang membantu kita. Salman tak sabar. "Ayo, ibu baca". Dengan tenang Ibu mengatakan,"Salmankan anak Soleh, ya. Salman, Ayah Salman sudah berada di Surga",tangis Ibu memeluknya.
Salman menjadi sedih bukan kepalang, ia berlari-lari sambil mengambil batu dan melemparkan ke bukit dan berteriak-teriak," Israel jahat ..Israel laknatullah..."
Ibu mengejar dan memeluknya. Ibu melerai dengan mengatakan kepadanya, "ingat Salman Rasulullah itu yatim sejak ia masih di dalam kandungan dan beliau mampu menjadi pemimpin yang hebat utk kemajuan Islam. Nah,kamu harus mempunyai semangat seperti Rasulullah, tegar, berani dan sabar. Ayo berdiri..ayo berdiri ", ibunya membantu Salman berdiri.
Ibupun memeluk nya. "Suatu hari kita akan bertemu bersama Ayah di surga nak."'sambil menghapus air mata. Perlahan,
Salman mulai tersenyum, "Ia ibu, apapun yg terjadi, aku tetap berjuang dan syahid untuk Palestina dan satu lagi menjadi penghafal Alquran seperti Ayah",senyumnya yang mulai melebar.
The end
Note:
Jika diceritakan kembali untuk anak-anak SD, ucapan darah diperhalus dengan air yg mengalir warna merah.