Sabtu, 16 November 2019
Kisah anak tsunami di Banten
Di kisahkan, ada seorang anak bernama Anwar. Ia adalah anak yang mempunyai cita-cita menjadi penghafal Alquran.
Ia sekolah di bilangan Jakarta Selatan dan masih duduk di kelas 6 SD. Kenginan keras untuk menjadi penghafal Alquran karena Ayahnya seorang hafidz. Ia mempunyai kakak yang juga hafis, bernama Faris yang duduk di kelas 8, Pesantren di daerah Kuningan, Jabar.
Saat itu, liburan sekolah. Kali ini liburan dimanfaatkan keluarga sederhana utk pergi ke pesantren tahfis Al-Qur'an di Pandeglang, Banten. Maklum ini juga bukan liburan biasa tapi juga ujian hafalan Anwar, utk masuk ke sekolah tersebut.
Bersama Ayah dan Faris, Anwar berangkat ke Pandeglang, dengan naik kereta api.
" Ayo, Ayah, aku sudah tak sabar untuk liburan ke pesantren Tahfiz,"Ucapnya, riang.
Mereka berangkat.Anwar pamit dengan Ibu tercinta. "Hati-hati dijalan ya",cium ibunya pada kedua anaknya dan Ayahnya.
Sesampai di stasiun, Anwar cukup bahagia. Bunyi Pluit panjang. Tanda kereta api bergegas. Sambil bermain kertas gunting batu (permainan Jepang), dengan kakaknya, sesekali Anwar melihat indahnya pemandangan.
Setiba dirumah Tahfiz, Alhamdulillah , kedatangan mereka disambut, Ustadz Miftah, pengelolah pesantren tersebut. Sore itu, Anwar bahagia. Ia melihat ramainya anak-anak calon-calon penghuni surga. Ada yang sedang makan, bercengkrama dengan keluarga dan ada juga yang sedang menghafal Alquran (murojaah)
Matahari sudah mulai tenggelam. Usai mereka sholat magrib berjamaah, Anwar memohon Ayahnya itu merojaah surat, Annaba. "Ayo, Ayah, aku ingin besok ketika diuji sudah hafal",pinta Anwar. "Iya, semoga kamu nanti lulus SD, bisa sekolah dipesantren Tahfiz ini",Senyum Ayah penuh harap.
Anwarpun mulai menghafal. Sedangkan kakaknya, membaca buku Sirah Nabawiyah.
Baru, setengah menghafal. Dari kejauhan terdengar gemuruh. Tiba-tiba air bah datang. Sang Ayah masih memegang tangan Anwar. Dan akhirnya terlepas, "Ayah...Ayah..."
"Anwar,Anwar...."
"Faris .. Faris.." Mereka saling berteriak tanda kecemasan.
Hingga akhirnya mereka terpisah.
Air bah perlahan terhenti. Dengan tertatih, Anwar bangkit. Di kejauhan...ia melihat sudah banyak darah dan mayat yang bergelimpangan. Tanpa sadar, ia melihat Ayahnya sedang memeluk, Faris kakaknya yg sudah tak bernyawa lagi.
"Ayah, bangun...bangun... bagaimana dengan hafalan aku. Kakak Faris, bangun,aku nanti bermain dengan siapa? ..Bangun...bangun...,"pilunya.
Kejadian Tsunami Banten itu yang akhirnya memisahkan mereka. Anwar dengan tatapan kosong melihat kedua orang yang dicintai dibawah oleh para relawan ke Rumah Sakit. Seorang relawan mencoba menghiburnya dengan membawa makanan.Ia semakin pilu. "Biarkan makanan ini buat Ayah dan kakak Faris,"sambil memasukkan kedalam tas.
Keesokan harinya, Anwar tinggal di pengungsian. Relawan mencoba menghibur. Namun gagal. Lamunannya, terjaga, dari kejauhan Anwar melihat seorang wanita muda yang memakai baju usang.
"Ibu....ibu...ibu...,," Ia berlari sekencang-kencangnya. Ibupun memeluknya. "Alhamdulillah, akhirnya kita bertemu nak,...ibu tak gentar mencari kamu nak", peluk ibu yang ternyata sejak kejadian tsunami, ia berangkat bersama para relawan ke Pandeglang untuk mencari keluarganya disetiap pengungsian.
"Ibu.., Ayah, dan kakak Faris sudah tiada",tangis Anwar dalam dekapan. Mereka sudah pasrah."Suatu hari kita akan bertemu bersama di surga nak."'sambil menghapus air mata buah hatinya.
Setelah itu kedua jenazah orang yg di cintainya dibawa Ambulance ke Jakarta. Keduanya dimakamkan berdekatan.
"Sudah Anwar, mari kita pulang. Biarkan ayah, dan kakak Faris tenang di surga. Anwar masih sayangkan pada ayah dan kakak Faris?",tanya Ibu.
Anwar mengangguk. "Anwar teruskan cita-cita mu menjadi hafidz, biar kedua orang yg kita cintai bisa tersenyum bahagia", senyum ibunya menenangkan.
"Ia ibu, apapun yg terjadi, Anwar tetap berjuang menjadi penghafal Alquran. Masa Anwar kalah dgn anak-anak Palestina", senyum nya yg mulai melebar.
The end
Kisah Anak Palestina
Salman dilahirkan keluarga sederhana dengan rumah tidak terlalu besar.
Ia adalah anak Palestina yg mempunyai cita-cita menjadi penghafal Alquran. Ia berumur 9 tahun. Kenginan keras untuk menjadi penghafal Alquran, karena Ayahnya seorang Hafidz dan Ibu Hafidjoh. Salman sangat bangga dengan kedua orangtuanya, terlebih Ayahnya yg selalu bercerita kehebatan Rasulullah.
Pagi itu. Hari ahad. Seperti biasanya liburan dimanfaatkan Ayah Salman untuk bercerita. "Ayah, nanti setelah sholat subuh dimasjid cerita ya",ucap Salman, gembira. Sambil tersenyum dan berjalan menuju masjid, Ayah hanya bisa mengiyakan saja.
Setelah sholat."Ayah nanti cerita ya, kan sudah janji",tegur Salman.
"Iya...ayo kita pulang",jawab Ayah bergegas. Sesampai dirumah, Salman bergembira,karena Ayah ingin bercerita. Namun Ayah berkata lain."Salman mohon maaf Ayah tak bisa bercerita, karena Ayah harus bergegas berangkat ke medan jihad utk negeri kita, Palestina", senyum Ayah.
Salman, menjadi sedih karena takut kehilangan ayahnya."Benar Salman, kan masih ada Ibu. Kamu cinta Ibu dan Ayah karena Allah bukan?",peluk ibu. Salman akhirnya merelakan Ayahnya pergi."Hati-hati dijalan ya, Ayah,"pilu Ibu sambil mencium tangan Ayah.
Ayah pergi berjuang."Da Ayah...jangan lupa cepat pulang dan belikan mainan dan oleh-oleh untuk Ibu",teriak Salman.Ayah dan pasukan akhirnya bergegas.
Keesokan harinya.Salman harus berangkat sekolah. Ia berpamitan pada ibunya. Ia bertanya tentang Ayahnya.Ibu hanya mengatakan "Insya Allah Ayah pulang hari ini".
Keesokan harinya,Salman dengan sepeda bututnya berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan, ia Sangat gembira, sesekali ia menyapa kawan-kawannya.
Sesampai di sekolah.Tiba-tiba, pesawat jet dan helikopter. Mengitari sekolah Salman. Dan............dari kejauhan terdengar gemuruh. Ternyata itu langkah pasukan Israel dan deru mesin tembakan yang tak terkendali. Salman berlari menyelamatkan diri. Innalilahi, Israel terus memasuki sekolah dan menembaki semua yang bernyawa, tak pandang bulu, anak kecil, guru, dan orang yang lewat.
"Ini tempat Sekolah didikan nabi Muhammad, habiskan", perintah komandan Israel.
Salman berlari sambil memanggil teman-temannya untuk bersembunyi namun takdir berkata lain sahabatnya, guru-gurunya tewas bersimbah darah. Bukan hanya itu bangun sekolah juga hancur oleh dentuman tank-tank Israel.
Salman hanya bersembunyi dibukit dekat sekolah nya.
Ironisnya setelah membunuh, Pasukan Israel bergerak meninggalkan sekolah Salman.
Salman keluar dari persembunyiannya. Salman kecil melihat teman-teman yang tewas bersimbah darah. Ia menangis sejadi-jadinya. "Ayo, bangun kawan-kawan, kitakan anak penghapal Al-Qur'an. Bangun,"isaknya.
"Ustadz, ustadz bangun...bangun.. siapa yang mengajarkan aku Al-Qur'an", tangis yang tak terkendali.
Darah dipenggangnya. Di perlihatkan ke semua orang, bahwa ini darah semua orang yang bersamanya setiap hari. Ia berdiri sambil memandang Sekolah dan semua yang tewas.
Ia terhentak karena lupa masih ada Ibunya. Ia pun pergi dan berlari tanpa sepeda yang sudah hancur.
Sampainya di rumah, apa yg terjadi. Rumahnyapun juga hancur, rata dengan tanah. Ia semakin bingung harus kemana. Kesedihan tak terbendung. Namun dibalik kesedihan ia menemukan Al-Quran, yang setiap harinya dibaca. Dengan tangan yg penuh darah Al-Qur'an itu digenggamnya.
Namun Allah maha berkehendak, ketika ia menatap rumahnya. Seketika ia melihat tangan melambai-lambai dari balik bangunan yang hancur. Ia tahu persis itu Ibunya, karena ada jam tangan pemberian Ayah. Ia berlari dan mengambil batu-batu dan kayu-kayu yang menghalangi ibunya.
"Ibu bangun..bangun..ini Salman",tegurnya.
Salman menarik tangan dan badan Ibunya. Masya Allah,ia mengelus dan membersihkan wajah Ibunya yg penuh darah dengan membuka baju putihnya.
"Ibu tanganku sudah penuh darah para guru dan teman-teman dan ini untuk ibu",tangisnya.
Ibu hanya bisa memeluk Salman dan mereka berfikir harus kemana?. Pikirnya hanya satu mencari tempat pengungsian. Mereka berangkat dengan badan lunglai.
Teman-teman. Di pengungsian mereka tak kenal lagi dengan kehangatan dan kedamaian.Jika musim panas, panas sekali, jika musim dingin, dingin sekali.
Salman dan Ibu hanya bisa menjalankan perintah Allah untuk sabar dan sabar. Setelah Salman termenung, ia melihat pasukan Palestina mendekati tenda. Ia berlari dan menanyakan Ayahnya."Kebetulan sekali kamu Salman ya...anaknya Pak Soleh,"sapa Pak tentara sambil memberikan sepucuk surat.
Salman gembira luar biasa. Setelah mengucap syukur dan terima kasih pada pak tentara, iapun berlari.
"Ibu...ibu....",riang Salman.
Salman memberikan sepucuk surat pada Ibunya. Lalu....
"Salman.. Salman tak boleh sedih ya...liat matahari sudah cukup terang, Insya Allah dimana pun matahari bersinar berarti masih ada umat Islam yang membantu kita. Salman tak sabar. "Ayo, ibu baca". Dengan tenang Ibu mengatakan,"Salmankan anak Soleh, ya. Salman, Ayah Salman sudah berada di Surga",tangis Ibu memeluknya.
Salman menjadi sedih bukan kepalang, ia berlari-lari sambil mengambil batu dan melemparkan ke bukit dan berteriak-teriak," Israel jahat ..Israel laknatullah..."
Ibu mengejar dan memeluknya. Ibu melerai dengan mengatakan kepadanya, "ingat Salman Rasulullah itu yatim sejak ia masih di dalam kandungan dan beliau mampu menjadi pemimpin yang hebat utk kemajuan Islam. Nah,kamu harus mempunyai semangat seperti Rasulullah, tegar, berani dan sabar. Ayo berdiri..ayo berdiri ", ibunya membantu Salman berdiri.
Ibupun memeluk nya. "Suatu hari kita akan bertemu bersama Ayah di surga nak."'sambil menghapus air mata. Perlahan,
Salman mulai tersenyum, "Ia ibu, apapun yg terjadi, aku tetap berjuang dan syahid untuk Palestina dan satu lagi menjadi penghafal Alquran seperti Ayah",senyumnya yang mulai melebar.
The end
Note:
Jika diceritakan kembali untuk anak-anak SD, ucapan darah diperhalus dengan air yg mengalir warna merah.
CITA CINTA AKU DAN ANAK-ANAK ASUH
"Demi cintaku pada surga.
Ku titipkan sejuta asa dan kerinduan pada keluguanku.
Merah darah ini telah terbuang percuma bahkan tak terlihat.
Aku bukan pelajur waktu
juga bukan segenggam emas yang separuh aku dan harapan.
Tolong doakan agar aku bisa terbang dan menggapai matahari
Terjamah oleh se titik cinta pada sebuah asa
Yang pada akhirnya terkapar di makan usia "
SALAM PONDOK DONGENG ABU MIFTAH
----------@@@@-------------
MENDONGENG JANGAN "MALAS"
Mendongeng bukan sekadar bergaya tapi dibutuhkan kreativitas yang tinggi.wajar saja jika saya mendongeng selalu bercucuran air keringat.
Kreativitas yang tinggi berguna agar pendongeng ketika menyampaikan materi (bercerita). Anak-anak tidak berlarian bahkan tidak ngomong sendiri-sendiri. Jika terjadi dapat dikatakan pendongeng tersebut telah gagal total (GaTot).
Saat ini kejadian tersebut membuat guru-guru banyak yang tidak tertarik dengan mendongeng bahkan guru-guru di TK pun jarang sekali yang mau mendongeng. Selain takut GaTot alasan lainnya bermacam-macam. Dari kekurangan bahan cerita, tidak bisa berakting, kurang Pede, tidak mau menggerakan tubuh dan masih banyak lagi. ironisnya, ada juga yang beralasan ’malas’.
Kemalasan tersebut bisa jadi karena stamina tidak mendukung (Malas bergerak).Makanya kita harus banyak berlatih. Supaya kerja otak,fisik jadi prima dan kita tidak malas.
Mari kembali mendongeng. Teori sudah diluar kepala,tinggal kita harus banyak berlatih , seperti pernafasan, vokal, dan intonasi agar mendongengnya menarik dengan berbagai variasi suara-suara dan lagu-lagu.
Ingat.!!! Jika banyak berlatih pastinya segudang kelebihan dan kelemahan yang kita dapat.
*******@@@@*****
Mutiara Hati
ANAK, AMANAH ATAU UJIAN ?
SEBUAH kenyataan yang sering kali kita jumpai ialah tidaklah dua orang yang pernah mengenal berjumpa melainkan mereka akan bertanya berapa jumlah anak mereka sekarang.
Jarang sekali kita dapati mereka mengawali pembicaraan dari tema berapa banyak kekayaan mereka, berapa pula istrinya, atau yang lainnya. Ini mengisyaratkan bahwa anak di mata para orang tua adalah ibarat satu-satunya barang yang paling berharga yang ia miliki.
Ada hal yang penting sekali untuk diketahui dan sangat perlu direnungkan oleh para orangtua, bahwa lahirnya seorang anak bukan semata-mata guna menambah jumlah anggota keluarga, juga bukan semata-mata guna menambah kebahagiaan bapak dan ibu serta membahagiakan mereka.
Juga bukan sekedar memberikan harapan buat orangtua bahwa di hari esok apabila anak telah dewasa dapat membantu orangtua untuk mencari nafkah.
Akan tetapi, hadirnya seorang anak merupakan cambuk bagi orangtua khususnya, untuk berlomba-lomba berbuat yang paling baik bagi diri sendiri dan anaknya. Tentunya "baik" di sini adalah dalam penilaian Dzat Yang menciptakan dan menghadirkan buah hati tersebut di tengah-tengah keluarga.
Dengan demikian, anak tidak semata-mata kenikmatan rezeki dari Alloh untuk dinikmati, namun ia merupakan amanah dan tanggung jawab bagi orangtuanya. Bagaimana bisa begitu?
Tidak ada yang aneh dan samar dalam masalah ini bila kita kembali mentadabburi merenungi dan memahami firman Allah:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS at-Taghabun: 15)
Bahkan dalam ayat tersebut Allah tidak sekedar membahasakan anak sebuah amanah, namun sebagai sebuah ujian. Yaitu, ujian apakah para orangtua berbuat baik pada anak tersebut, ataukah tidak. Hal ini mungkin perlu perenungan sejenak.
Sudahkah kita sebagai orangtua menyadarinya? Ini adalah pertanyaan pertama, sebelum kita bertanya apakah ia mendidik anak-anak dengan baik atau bahkan tidak memperhatikan mereka.
#SatuHatiCintaAlquran
----------@@@@@@---------
7 RAHASIA MENDIDIK ANAK
Oleh : Ustd.Farid Ahmad
1. Jika melihat anakmu menangis, jangan buang waktu untuk mendiamkannya. Coba tunjuk burung atau awan di atas langit agar ia melihatnya, ia akan terdiam. Karena psikologis manusia saat menangis, adalah menunduk.
2. Jika ingin anak-anakmu berhenti bermain, jangan berkata: “Ayo, sudah mainnya, stop sekarang!”. Tapi katakan kepada mereka: “Mainnya 5 menit lagi yaaa”. Kemudian ingatkan kembali: “Dua menit lagi yaaa”. Kemudian barulah katakan: “Ayo, waktu main sudah habis”. Mereka akan berhenti bermain.
3. Jika engkau berada di hadapan sekumpulan anak-anak dalam sebuah tempat, yang mereka berisik dan gaduh, dan engkau ingin memperingatkan mereka, maka katakanlah: “Ayoo.. Siapa yang mau mendengar cerita saya, angkat tangannya..”. Salah seorang akan mengangkat tangan, kemudian disusul dengan anak-anak yang lain, dan semuanya akan diam.
4. Katakan kepada anak-anak menjelang tidur: “Ayo tidur sayang.. besok pagi kan kita sholat subuh”, maka perhatian mereka akan selalu ke akhirat. Jangan berkata: “Ayo tidur, besok kan sekolah”, akhirnya mereka tidak sholat subuh karena perhatiannya adalah dunia.
5. Nikmati masa kecil anak-anakmu, karena waktu akan berlalu sangat cepat. Kepolosan dan kekanak-kanakan mereka tidak akan lama, ia akan menjadi kenangan. Bermainlah bersama mereka, tertawalah bersama mereka, becandalah bersama mereka. Jadilah anak kecil saat bersama mereka, ajarkan mereka dengan cara yang menyenangkan sambil bermain.
6. Tinggalkan HP sesaat kalau bisa, dan matikan juga TV. Jika ada teman yang menelpon, katakan: “Maaf saaay, saat ini aku sedang sibuk mendampingi anak-anak”. Semua ini tidak menyebabkan jatuhnya wibawamu, atau hilangnya kepribadianmu. Orang yang bijaksana tahu bagaimana cara menyeimbangkan segala sesuatu dan menguasai pendidikan anak.
7. Selain itu, jangan lupa berdoa dan bermohon kepada Allah, agar anak-anak kita menjadi perhiasan yang menyenangkan, baik di dunia maupun di akhirat.