Oleh: Agus Fatah (Pemerhati Dunia Dongeng dan Literasi)
FOKUSATU-Mendongeng adalah salah satu seni bertutur (sastra lisan) yang hingga kini masih eksis kita jumpai di berbagai tempat dan kesempatan.
Dongeng masih menjadi kebutuhan masyarakat, terutama anak-anak.
Kita masih menjumpai kegiatan mendongeng yang dilakukan oleh para orang tua dirumah, guru disekolah dan para pendongeng diberbagai kegiatan dan acara bahkan di lokasi bencana.
Bukti eksisnya dunia mendongeng ditandai dengan adanya hari dongeng Nasional dan Internasional yang diperingati oleh penggiatnya setiap tahun dengan sangat meriah dan mewah.
Peran Pendongeng dalam lintasan sejarah
Dalam sejarah tercatat kegiatan mendongeng sudah dilakukan oleh manusia zaman purba, dimana mereka mengabadikan dongeng dongeng mereka dalam bentuk gambar yang lmereka patri di dinding dinding goa. Dalam perkembangan selanjutnya dongeng ditulis pada kulit hewan dan kulit kayu. Tak lama setelah ditemukan kertas di Cina, maka kemudian dongeng pun ditulis di kertas.
Pada zaman para raja berkuasa kegiatan mendongeng dan para pendongeng mendapatkan peran istimewa di istana. Para raja sering mengundang para pendongeng untuk menghibur para raja. Para raja pun tak sungkan mengunakan kemampuan para pendongeng dalam berkomunikasi untuk menyampaikan maklumat dan pesan pesan dari istana kepada rakyat. Dongeng yang sangat terkenal di masa ini, salah satunya adalah kisah 1001 malam ( qissoh alfu lailah wa lailah).
Kemudian dongeng semakin berkembang diberbagai negara setelah Perrault menerbitkan buku dongeng berjudul : Les Contes de Mere I’Oye ( cerita ibu angsa baru) pada tahun 1697. Dongeng-dongeng buatan Perrault mulai mendunia ketika pada tahun 1729 mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robert Samber.
Kemudian dongeng terus berkembang ditangan dua bersaudara asal Jerman : Jacob dan Wilhelm Grimm atau biasa dikenal sebagai Grimm bersaudara pada abad 19 M, dengan dongeng-dongengnya yang sangat terkenal seperti : Puteri Salju, Cinderella, Si Kecil Bertopi Merah, Hanzel dan Gretel dan Rapunzel
Di Indonesia sendiri kegiatan mendongeng tumbuh subur diberbagai daerah di Nusantara, mulai dari kisah Mahabarata, Ramayana kisah para raja dan permaisuri, tuan putri, pangeran, kstaria hingga cerita rakyat jelata.
Waktu terus bergulir hingga kemudian muncullah para pendongeng di nusantara dengan berbagai penyebutan yang berbeda seperti tukang kaba di Sumatera dan Sahibul Hikayat di Jakarta (Betawi) yang sebagai besar sumber dongengnya berasal dari kisah 1001 malam.
Kemudian muncul generasi pendongeng tradisional seperti, Made Taro di Bali, Tengku Adnan di Aceh dan Kyai Zait di Betawi (Jakarta) dan banyak pendongeng tradisional nusantara lainnya.
Hingga kemudian sekitar tahun 1980- 2000an hadir para pendongeng seperti Bu Kasur, Pak Raden, Kak Seto, Kak Kusumo, Kak Agus DS, Kak Wees Ibnu Say, SA Soekanto ( redaktur majalah Si Kuncung) dan pendongeng lainnya.
Dan di era 2005 an – sekarang bermunculan para pendongeng muda berbakat hebat yang tergabung dalam Forum Dongeng Nasional yang dimotori oleh kak Aio, kak Rona, kak Awam Prakoso, Kak Andi Yudha Kak Heru dan ratusan pendongeng lainnya yang sangat aktif dan kreatif dalam mendongeng baik offline maupun online
Para pendongeng muda ini baru saja menggelar hajatan Akbar : Sarasehan Pendongeng Nasional 2021, alhamdulillah kegiatan akbar tersebut berlangsung sukses.
Dari sekian Pendongeng yang tergabung dalam Forum Dongeng Nasional, secara sederhana mereka dapat di kelompok ke dalam 4 kelompok besar.
4 kelompok itu adalah, pertama pendongeng peduli pendidikan dan pembangunan karakter, mereka adalah : Kak Awam Prakoso, Kak Rona Mentari, Kak Aio, Kak Heru, Kak Sidik, Kak Acep, Kak Arif, Kak Jendro Kak, Hario, kak Ojan, kak Rico, Kak Tony, kak Inge, Kak Isti.
Kedua, pendongeng peduli kemanusiaan, mereka adalah Kak Bimo, Kak Iman, Kak Dwi kanfas, Kak Idzma, Kak Nia. Ketiga, pendongeng peduli
literasi mereka mereka adalah Kak Andi Yudha, Kak Ryan Hamzah, Kak Abu, Kak Galuh, Kak Hifni, Kak Maya, Kak Evelyn, kak Ito, kak Wawan, Kak Budi Baikbudi, kak Mamiko
Keempat, pendongeng peduli konservasi (pelestarian alam) mereka adalah Paman Syam yang concern dengan konservasi mangrove, Kak Resha dengan program jejak Rimba, Kak Agus Fatah yang concern dengan Biodiversity (keanekaragaman Hayati) melalui AN NAHL Ecopark, Kak Heru dan Kak Shafira dengan dongeng-dongeng tentang Geoparknya di Sulawesi.
Pengelompokan pendongeng ini tidak baku, karena setiap pendongeng pastinya peduli pada isu pendidikan dan pembangunan karakter, kemanusiaan, literasi dan konservasi. Pemetaan dan pengelompokan ini dimaksudkan hanya untuk memotret betapa penting strategisnya peran para pendongeng ini dalam kehidupan. Dan karena keterbatasan informasi yang kami miliki, tidak semua Pendongeng yang ada di Indonesia masuk ke dalam 4 kelompok tersebut. Tapi saya yakin para pendongeng tersebut telah banyak berbuat bagi pendidikan, pembangunan karakter, literasi dan konservasi di Indonesia.
Pendongeng Masa Depan
Mencermati perkembangan dunia dongeng dengan para aktivisnya yang militan dengan berbagai ragam aktivitas yang menyentuh sendi- sendi fundamental kehidupan saya optimis para pendongeng masa kini akan eksis hingga dimasa yang akan datang.
Mereka inilah para pendongeng masa depan Indonesia yang berkarya dalam dunia maya dan nyata, berjuang dengan hati riang, menjaga, menghibur, mendidik anak-anak Indonesia agar pinter berkarakter, cerdas berkualitas, peduli pada kemanusiaan, literasi dan konservasi.
Mereka para pendongeng Indonesia masa depan inilah yang setia menghapus air mata sedih anak Indonesia di tengah bencana menjadi gelak tawa ceria dan bahagia. Merekalah para penjaga mimpi, penjaga imajinasi, penjaga nyala literasi.
Merekalah para “pilot” dengan pesawat imajinasinya yang selalu siap menerbangkan anak anak negeri menjelajah negeri mimpi, membungkusnya dengan kreasi tingkat tinggi, agar tinggi pula imajinasi anak negeri dalam menggapai mimpi : membangun negeri, kini dan nanti.
Merekalah Pendongeng sejati.